Nama : Gita Novita Indra
Kelas : 1EB18
NPM : 23210022
MENCARI DATA TINGKAT KEMISKINAN DAN PENDAPATAN PERKAPITA INDONESIA SAAT INI DIBANDINGKAN DENGAN NEGARA ASEAN LAINNYA DAN PROGRAM PEMERINTAH SAAT INI UNTUK MENANGGULANGI KEMISKINAN
PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA
1. Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia, 1996-2008
Jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode 1996-2008 berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada periode 1996-1999 jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 13,96 juta karena krisis ekonomi, yaitu dari 34,01 juta pada tahun 1996 menjadi 47,97 juta pada tahun 1999.
Persentase penduduk miskin meningkat dari 17,47 persen menjadi 23,43 persen pada periode yang sama.
Pada periode 2000-2005 jumlah penduduk miskin cenderung menurun dari 38,70 juta pada tahun 2000 menjadi 35,10 juta pada tahun 2005. Secara relatif juga terjadi penurunan persentase penduduk miskin dari 19,14 persen pada tahun 2000 menjadi 15,97 persen pada tahun 2005.
Namun pada tahun 2006, terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin yang cukup drastis, yaitu dari 35,10 juta orang (15,97 persen) pada bulan Februari 2005 menjadi 39,30 juta (17,75 persen) pada bulan Maret 2006. Penduduk miskin di daerah perdesaan bertambah 2,11 juta, sementara di daerah perkotaan bertambah 2,09 juta orang.
Peningkatan jumlah dan persentase penduduk miskin selama Februari 2005-Maret 2006 terjadi karena harga barang-barang kebutuhan pokok selama periode tersebut naik tinggi, yang digambarkan oleh inflasi umum sebesar 17,95 persen. Akibatnya penduduk yang tergolong tidak miskin namun penghasilannya berada disekitar garis kemiskinan banyak yang bergeser posisinya menjadi miskin.
Terjadi penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin yang cukup signifikan pada periode Maret 2007-Maret 2008, dari 37,17 juta (16,58 persen) pada tahun 2007 menjadi 34,96 juta (15,42 persen) pada tahun 2008.
2. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Maret 2008-Maret 2009
Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2008 sebesar 34,96 juta orang (15,42 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2009 yang berjumlah 32,53 juta (14,15 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,43 juta.
Jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan turun lebih tajam dari pada daerah perkotaan. Selama periode Maret 2008-Maret 2009, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 1,57 juta orang, sementara di daerah perkotaan berkurang 0,86 juta orang (Tabel 2).
Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah. Pada periode Maret 2008 – Maret 2009, perubahan persentase penduduk miskin di perkotaan sebesar 0,93 persen, dan di perdesaan mencapai 0,58 persen.
Penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin selama periode Maret 2008-Maret 2009 nampaknya berkaitan dengan faktor-faktor berikut:
1. Selama periode Maret 2008-Maret 2009 inflasi umum relatif stabil (Maret 2008 terhadap Maret 2009 sebesar 7,92 persen)
2. Rata-rata harga beras nasional (yang merupakan komoditi paling penting bagi penduduk miskin) selama periode Maret 2008-Maret 2009 pertumbuhannya lebih rendah (7,80 persen) dari laju inflasi.
3. Rata-rata upah riil harian buruh tani (70 persen penduduk miskin perdesaan bekerja di sektor pertanian) naik 13,22 persen dan rata-rata upah riil buruh bangunan harian naik sebesar 10,61 persen selama periode Maret 2008-Maret 2009.
4. Selama Subround I (Januari-April) 2009 terjadi panen raya. Produksi padi Subround I 2009 mencapai 29,49 juta ton GKG (hasil Angka Ramalan II 2009), naik sekitar 4,87 persen dari produksi padi Subround I 2008 yang sebesar 28,12 juta ton GKG.
5. Pada umumnya penduduk miskin bekerja di subsektor pertanian tanaman pangan dan perikanan (nelayan). NTP di kedua subsektor tersebut selama periode April 2008-Maret 2009 mengalami kenaikan yaitu naik sebesar 0,88 persen untuk subsektor tanaman pangan dan naik sebesar 5,27 persen untuk subsektor perikanan (nelayan). Di subsektor tanaman pangan indeks harga jual petani (It) naik sebesar 10,95 persen, sementara indeks harga beli petani (Ib) naik 9,98 persen. Di subsektor perikanan indeks jual petani (It) naik sebesar 15,47 persen sementara indeks beli petani (Ib) hanya naik sebesar 9,70 persen.
6. Pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumah tangga triwulan I tahun 2009 (angka sangat¬sangat sementara) meningkat sebesar 5,84 persen terhadap triwulan I tahun 2008 (angkasangat sementara).
Pendapatan per Kapita Indonesia Rp27 Juta
JAKARTA--MICOM: Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat produk Domestik Bruto (PDB) per kapita Indonesia pada 2010 mencapai US$3.004,9 atau Rp27 juta. Ini meningkat 13% dibandingkan dengan PDB per kapita 2009 yang sebesar Rp23,9 juta atau US$2.349,6.
Hal tersebut disampaikan Kepala BPS Rusman Heriawan dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (7/2). Nilai PDB per kapita tersebut didapat dari pencapaian PDB sebesar Rp6.422,9 triliun dibagi dengan jumlah penduduk Indonesia sebesar 237, 6 juta orang.
Produk Nasional Bruto (PNB) per kapita juga meningkat dari Rp23,1 juta atau US$2.267,3 pada 2009 menjadi Rp26,3 juta atau US$2.920,1 pada 2010. "Terjadi peningkatan sebesar 13,9%," kata Rusman.
Selama periode Agustus 2009-Agustus 2010 ( year on year/yoy), lapangan kerja baru tercipta sebanyak 3,34 juta. Dengan pertumbuhan ekonomi 6,1%, lapangan kerja baru tercipta sebanyak 548 ribu dari setiap 1% pertumbuhan ekonomi.
Sampai dengan Agustus 2010, lapangan kerja yang tercipta sebanyak 108,21 juta. Jumlah tersebut meningkat dari 2009 yang sebanyak 104,87 juta.
Pendapatan Perkapita Indonesia Dengan Asean
Pada 2009, PDB Indonesia berada di urutan ke-18, mengalahkan Swiss dan Belgia. Pada 2010? Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Presiden Susilo BambangMenurut berita di detik, pendapatan per kapita masyarakat Indonesia tahun 2007 naik 17% nenjadi USD 1946 atau sekitar Rp. 17,9 juta per tahun (kurs 9200).Dari sisi pendapatan per kapita, GNP Malaysia US$ 13.740 dan Indonesia US$ 3.830
Tanggulangi Kemiskinan Melalui program KUR
Ada optimisme yang digunturkan pemerintah lewat penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang akan menciptakan multipliers effect. Salah satu ufuk harapan dari kebijakan ini adalah menekan angka kemiskinan. Dan memang, indikator yang paling gamblang ditatap dari keberhasilan sebuah pemerintahan adalah, terkikisnya para kaum papa. Tentu, sebuah usaha keras agar mimpi para kaum marginal ini yang ditargetkan pemerintah susut tinggal 7% hing-ga-8% dapat terealisasi.
Memang, bila dilacak dari pelbagai jurus, kebijakan pemerintah untuk menekan angka kemiskinan melalui mantra KUR tercatat cukup ampuh. Kucuran dana kredit dari keran pemerintah ini hingga akhir 2009 lalu setidaknya telah disalurkan mencapai
Rp 17,18 triliun. Sedangkan, sampai Juni 2010 sebanyak Rp 5,1 triliun. Jadi, rotal outstanding KUR yang sudah diserahkan kepada masyarakat hingga semester I-2010 sebesar Rp 22,3 triliun.
Tapi, target KUR yang dipatok pemerintah seperti mainan yoyo, naik turun. Target penyaluran KUR di awal tahun ini ditargetkan mencapai Rp 20 triliun, namun akhirnya dipangkas menjadi Rp 13,1 triliun. Namun, akhir Agustus lalu, pemerintah kembali menaikkan lagi target penyaluran KUR menjadi Rp 18 triliun.
Sekadar mengingatkan, program KUR lahir lewat Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2007 yang diteken pada 8 Juni 2007. Beleid ini menjadi dasar hukum bagi kebijakan percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Langkah kongkret berikutnya dilanjutkan dengan nota kesepahaman bersama antara pemerintah, perbankan dan perusahaan penjaminan pada 9 Oktober 2007, sehingga lahir jurus pemerintah untuk mengembangkan UMKM Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Darah segar KUR
"Darah segar" kredit ini pun disambut oleh rakyat. Di tengah kondisi suram, jurus tersebut memang cukup menentram-kan. Aturan perbankan yang berliku dalam menerima tetesan kredit dari bank dibabat habis lewat kebijakan ini. Maka tak heran, bank- bank penyalur program prorakyat ini, yakni BRI, Bank Mandiri, BNI, BTN, Bank Bukopin, dan Bank Syariah Mandiri, banjir nasabah untuk menerima guyuran KUR.
Kesuksesan program ini terlihat dari barisan nasabah UMKM yang menerima siraman KUR hingga akhir semester I-2010 hampir tiga juta nasabah. Padahal, pada akhir Desember 2009 lalu, kredit yang dikucurkan masih sebesar Rp 16,2 triliun, dan jumlah nasabah KUR tidakkurang lebih dari 2,28 juta.
Rapor biru lainnya berdasarkan data dari Kementerian Negara UKM dan Koperasi adalah sebanyak 12,5% pengusaha mikro telah beralih menjadi pengusaha kecil. Sebanyak 6% pengusaha kecil meningkat statusnya menjadi pengusaha kelas menengah, dan lebih dari 400.000 pelaku usaha menengah naik kelas menjadi pelaku usaha nasional.
Kalau pemerintah memang serius ter-hadap upaya membabat patologi pembangunan, seperti penggangguran dan kemiskinan, rute memberi peran lebih terhadap UMKM adalah langkah jitu. Sebab, sektor ini dalam menyerap tenaga kerja cukup cespleng.
Kita bisa lihat, tahun 2006, bidang usaha dalam payung UMKM masih 49,19 juta usaha. Jumlah ini terus mengangkasa di tahun-tahun berikutnya menjadi 50,31 juta usaha (2007), 51,58 juta usaha (2008), dan 52,93 juta usaha (2009). Begitu juga dengan penyerapan jumlah tenaga kerja yang semakin kolosal, yaitu sebanyak 95,17 juta orang (2006), 97,58 juta orang (2007), 102,04 juta orang (2008), serta 104,48 juta orang (2009).
Melihat kontribusi UMKM dalam menyerap tenaga kerja, maka bukan mimpi yang muluk jika usaha ini mampu meng-uapkan kubangan kemiskinan. Dan, tentu program pemberian KUR harus terus dievaluasi serta dimonitoring agar kendala yang dihadapi pelaku usaha kecil lainnya dapat diketahui.
Soalnya, peran UMKM sebagai ladang devisa lewat ekspor, nilainya juga terus menanjak. Total ekspor hingga akhir tahun 2009 dari produk UMKM mencapai US$ 1,22 miliar. Angka ini terus merangkak naik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang US$ 942,98 juta (2006) dan USS 1,06 miliar (2007).
Noda-noda KUR
Namun, berbagai nila dalam program KUR memang sedikit demi sedikit disi-bak pemerintah. Salah satunya, ketimpangan kredit yang masih menyisihkan sektor pertanian, mulai tahun ini akan menjadi fokus sasaran.
Sektor pertanian yang masuk dalam skema kredit tersebut, masing-masing agribisnis, kelautan, perikanan, perkebunan, dan peternakan. Potensi sektor usaha itu dinilai sangat besar mendukung perekonomian nasional. Selama ini, sektor pertanian yang tersentuh program KUR hanya 27,12%, tidak berimbang dengan sektor perdagangan danjasa yang mencapai 56,48%.
Noda lain yang cukup mencemaskan langkah program KUR ke depan adalah, posisi non performing loan (NPL) alias kredit macet. Rasionya tercatat masih tinggi. Memang, saat ini, ratio kredit macet KUR di atas 5%. Tetapi, posisi kredit macet tersebut sempat menyentuh level 6% pada akhir tahun 2009 kemarin.
Jika pada Januari 2009 lalu, rasio NPL KUR masih cukup sehat, yakni hanya 1,49%, kemudian bergeser naik pada Febuari menjadi 1,68%. Pada dua bulan berikutnya Maret dan April melambung menjadi 4,99% dan 4,41%. Tingginya rasio kredit seret ini terus meroket pada bulan-bulan selanjutnya, yaitu Mei, Juni, Juli dan Agustus, masing-masing berturut-turut sebesar 5,39%, 5,60%, 5,70%, dan 5,82%. Bahkan pada September 2010, kredit bermasalah KUR terus bertambah sehingga rasio NPL-nya tercatat sebesar 5,96%.
Memang, dari awal, ketika program tersebut dibidani oleh pemerintah dan diserahkan pelaksanananya kepada bank-bank yang sahamnya dimiliki negara, ke-bUakan KUR mengeluarkan aroma risiko yang cukup besar, terutama melihat dari longgarnya aturan sebagai debitur. Sempat beredar kabar tidak sedap bahwa KUR merupakan gelanggang pencucian kredit macet di perbankan. Dengan program penjaminan dari pemerintah lewat Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo), bank-bank penyalur menggiring kredit macet yang sebelumnya tidak dalam wadah KUR, menjadi debitur KUR.
Perilaku kotor irti belum terbukti kebenarannya, tetapi tentu pemerintah harus mempunyai rambu serta kontrol bagi pelaksana program KUR. Pengawasan yang ketat salah satu kuncinya, agar KUR tetap terjaga dan jeritan kemiskinan lam-bat-laun akan sirna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar